Jumat, 04 November 2011

Dampak negatif JUDI

Judi, salah satu bentuk penyakit masyarakat (Pekat) yang selalu muncul dan sulit hilang dari masa ke masa. Pelakunya, mulai dari bandar sampai kaki tangannya pun seolah tidak ada habisnya menjajakan berbagai macam judi ditengah masyarakat. Mulai dari judi ala tradisional, seperti togel sampai dengan judi via SMS bahkan online di dunia maya. Masyarakat sebagai konsumen tinggal memilih, sesuai isi kantongnya. Praktek perjudian dari berbagai sisi dipandang berdampak negatif.
Namun disisi lain ada pihak-pihak tertentu yang menunjukkan bahwa keuntungan judi dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Diberbagai negara asing ada yang melegalkan perjudian dan mengambil pajak yang besar dari bisnis judi tersebut. Ide melegalkan perjudian pun pernah bergulir beberapa tahun silam di dalam negeri, yaitu di Pulau Seribu. Namun, terlepas dari keuntungan yang luar biasa, dampak negatif judi lebih besar dibandingkan dampak positifnya.

Masalah Sosial dan Hukum
Maraknya judi di masyarakat jelas akan merusak berbagai sistem sosial masyarakat itu sendiri. Ironisnya, di Indonesia para penjudi ini didominasi oleh kalangan menengah kebawah yang kehidupan ekonominya pas-pasan. Namun demi mengadu nasib dan peruntungan, sedikit demi sedikit uang didompet habis, kemudian harta benda dijual, rumah dan tanah digadaikan bahkan ada kasus sang anak dan istri pun dijadikan taruhan guna membayar hutang-hutang dari kekalahan judinya. Judi bisa dimulai dari ikut-ikutan, penasaran atau memang mengadu nasib yang didasari kemalasan karena menganggur tetapi ingin cepat kaya dengan cara yang instan.

Ada yang memulainya karena mendengar teman atau tetangganya menang judi togel. Keinginan untuk beli judi togel semakin kuat ketika tahu tetangganya tersebut dengan uang sedikit dapat untung berlipat ganda. Walaupun sekali, dua kali tidak dapat, rasa penasaran dan mimpi dapat uang banyak tanpa bersusah payah menjadi cambuk semangat yang luar biasa, sehingga tiada henti untuk mencoba sampai akhirnya menang atau kemiskinan yang diraih. Walaupun menang, bisa ditebak hasilnya akan dipertaruhkan dimeja judi lagi, untuk foya-foya, bahkan sebagian menghabiskannya ditempat prostitusi dan beli narkoba.

Kebiasaan judi disamping menimbulkan masalah sosial, seperti penyebab kemiskinan, perceraian, anak terlantar dan putus sekolah dan membudayakan kemalasan, juga bersifat kriminogen, yaitu menjadi pemicu untuk terjadinya kejahatan yang lain. Demi mendapatkan uang berjudi, penjudi dapat merampok, mencuri, korupsi, membunuh dan KDRT. Disisi lain, bisnis judi juga merupakan simbiosis dari bisnis kejahatan lain seperti prostitusi dan narkoba.

Maraknya judi togel dan mulai meningkatnya pembeli merupakan fakta sosial bahwa judi menjadi hal yang biasa dimasyarakat kita. Judi dianggap hanya sekedar permainan dan kebiasaan belaka dan bukan lagi sebagai pelanggaran terhadap norma agama, norma kesusilaan, norma adat dan norma hukum. Dari coba-coba, ketagihan dan akhirnya bangkrut dan jatuh miskin. Tadinya kaya raya tanpa terasa berjudi akhirnya meminta-minta.

Dalam penanggulangan judi ini, disamping upaya represif dari aparat penegak hukum. Upaya preventif dari pemerintah daerah dan masyarakat juga sangat berperan penting. Pemda melalui instansi terkait dan tokoh agama dan tokoh masyarakat harus terus melakukan sosialisasi bahaya judi dan dampak sosial serta hukumnya. Masyarakat dan perangkat pemerintah sampai ke tingkat RT harus aktif dalam pencegahan terjadinya praktek judi dilingkungannya. Apabila sudah ada yang mulai menjual togel misalnya, maka segera dilakukan pendekatan untuk menghentikannya, jika tidak mau laporkan segera keaparat penegak hukum. Adanya sinergi antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat akan lebih mengefektifkan pemberantasan judi.

Energi Nuklir


Energi Nuklir, Manfaat atau Mudarat?
Perbincangan mengenai pemanfaatan energi nuklir di Indonesia kian hangat,terutama setelah rencana pembangunan PLTN Muria didengungkan kembali oleh pemerintah. Masyarakat Jawa Tengah, khususnya di Semenanjung Muria, mulai masuk wilayah pro-kontra rencana tersebut. Pendapat yang ada kemudian mengerucut menjadi dua pilihan, setuju atau tidak setuju, menerima atau menolak.
Rencana pemerintah, Kementerian Riset dan Teknologi bersama BATAN akan merealisasikan PLTN selambatnya pada 2012 dan beroperasi pada 2016. Tiga lokasi telah ditentukan, yaitu ujung Lemah Abang, Ujung Latu, dan Ujung Greng-grengan. Indonesia direncanakan akan membangun 1 dari 93 unit PLTN di seluruh dunia yang akan selesai dibangun sampai 2016. Pembangkit ini diharapkan mampu menyuplai listrik dengan kapasitas 1000 megawatt. Pada 2025, kebutuhan listrik di Indonesia diperkirakan mencapai 100 gigawatt. Sementara kapasitas pembangkit listrik yang ada saat ini sudah mentok, sulit untuk ditingkatkan lagi.
Pro-Kontra PLTN
Masyarakat pendukung kehadiran PLTN, sejauh yang penulis tangkap, mendasarkan pendapatnya pada tiga alasan pokok. Pertama, semakin berkurangnya cadangan energi fosil di Indonesia, terutama minyak bumi dan batu bara. Di sisi lain, kebutuhan akan energi listrik terus meningkat. Menurut BATAN, laju pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 7,1 persen hingga pada 2026. Dengan begitu, harus ada sumber energi lain untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Sumber energi alternatif tersebut antara lain energi surya, angin, air, biomass, termasuk nuklir.
Kedua, pembangkit listrik berbasis nuklir dianggap lebih ramah lingkungan daripada pembangkit listrik berbasis bahan bakar minyak.Emisi karbon dioksida pembangkit energi nuklir lebih rendah daripada batu bara, minyak bumi, gas alam, bahkan hidroenergi dan pembangkit energi surya. Ketiga, alasan ekonomis. Harga listrik yang dihasilkan nantinya akan lebih murah karena biaya produksi bisa ditekan. Sebagai perbandingan, 1 kg uranium sebagai bahan baku nuklir,setara dengan 1.000 – 3.000 ton batu bara.
Penolakan terhadap kehadiran PLTN oleh sebagian masyarakat,seperti yang terjadi saat Menristek Kusmayanto Kadiman mengunjungi Jepara pada Jumat (01/09) juga mempunyai sisi argumentasi kuat. Jika dikelompokkan secara umum, ada tiga pertimbangan kelompok ini. Pertama, faktor keamanan dan keselamatan PLTN. Tragedi Chernobyl di Ukraina pada 26 April 1986 masih terus menghantui persepsi masyarakat hingga kini. Sejumlah kecelakaan lain dalam eskalasi lebih kecil juga terjadi, antara lain di Jepang.
Jika suatu saat terjadi kebocoran reaktor di PLTN Muria, baik oleh faktor kelalaian manusia maupun kejadian alam, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Semenanjung Muria (Jepara, Kudus, dan sekitarnya) saja, tetapi Pulau Jawa, bahkan seluruh Indonesia kemungkinan akan terkena akibatnya. Selain itu, penanganan limbah nuklir dan dampak radiasi terhadap lingkungan dan manusia masih menjadi.Limbah radioaktif mempunyai tingkat bahaya cukup tinggi bagi kehidupan dan memerlukan waktu sangat lama untuk dapat terurai. Kemampuan pengelola PLTN dalam menangani limbah nuklir ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Indonesia.
Kedua, pemaksaan pembangunan PLTN dianggap sebagai lemahnya lobi pemerintah. Isu ketergantungan terhadap pihak asing kemudian mencuat kembali. Ketiga, budaya korupsi, termasuk mark-up nilai proyek dan adanya pungutan liar yang masih marak di negeri ini, menjadi ancaman tersendiri dalam mewujudkan gagasan PLTN. Apabila terjadi korupsi sehingga reaktor PLTN beserta bangunan pendukungnya tidak sesuai spesifikasi teknis yang disyaratkan, maka risiko kebocoran radioaktif dan penurunan usia pakai, akan berdampak pada menurunnya tingkat keamanan PLTN.
Sikap terhadap PLTN
Nuklir, sebagaimana sumber energi lain seperti matahari, air, angin, biomass maupun bahan bakar minyak, merupakan ciptaan Allah,makhluk Allah.Allah sudah menyuratkan bahwa setiap ciptaan-Nya bermanfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk lain.Artinya,selama dikelola sesuai dengan sunnatullah, sumber energi tersebut akan memberikan manfaat dan berdampak positif dalam menunjang tugas manusia sebagai khalifah.
Sikap positif menggali manfaat setiap ciptaan Allah adalah dengan melakukan pengkajian ilmiah, mengoptimalkan fikr dan dzikr sebagai alat analisis (QS 3: 190–191). Karena itu, Islam mendorong umatnya untuk menjadi umat yang berpengetahuan, menguasai teknologi, dan menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang kuat.
Pengembangan sumber energi alternatif termasuk dalam wilayah ilmu pengetahuan teknologi. Semakin bervariasinya sumber energi baru dan terbarukan akan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus mendayagunakan anugerah Allah kepada Bangsa Indonesia berupa melimpahnya kekayaan alam. Karena itu,riset sumber energi alternatif perlu didukung penuh oleh umat Islam.
Karena itu pula keberanian dan kesadaran masyarakat dalam menyatakan pendapat tentang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Jepara harus dihargai. Di sisi lain, upaya pemerintah mengadakan penelitian dalam mencari solusi sumber energi alternatif juga harus diberikan apresiasi. Persoalannya terdapat jarak yang tajam antara proses sosialisasi antara kebijakan pemerintah dan pandangan masyarakat.
Selanjutnya, benarkah kajian tentang manfaat dan mudarat PLTN selama ini telah dipertimbangkan dalam perspektif luas.
Jika kemudian kajian tersebut memberikan rekomendasi bahwa nuklir beserta terapannya, termasuk PLTN, bermanfaat besar dan tidak membahayakan kehidupan, sudah sewajarnya kita membuka diri dan siap menerima.
Jika hasilnya berkebalikan, bahwa nuklir beserta terapannya lebih banyak mudarat daripada manfaat, maka perlu dilakukan kajian kembali dengan lebih intensif,barangkali dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber energi tersebut tidak sesuai kaidah sunnatullah. Wallahu a’lam. (*)

Kisah Mahabarata


Mahabarata adalah buku epos atau wiracarita sastra Hindu klasik yang berkisah tentang kehidupan pahlawan yang perkembangan dan pertumbuhannya berlangsung antara masa 400 tahun sebelum Masehi hingga 400 tahun sesudah Masehi. Diikarang oleh Wiyasa, epos ini terdiri dari 100.000 seloka (tiap seloka terdiri atas dua baris dan tiap baris terdiri atas 16 suku kata). Kisah ini juga terbagi atas 18 jilid (atau disebut parwa) sehingga kisah Mahabarata disebut juga sebagai Astadasaparwa.
Di Indonesia, epos ini pada mulanya disadur ke dalam bahasa Jawa, pada tahun 1000, ketika raja Darmawangsa berkuasa. Nanti pada abad ke-15 epos ini disadur ke dalam bahasa Melayu dengan menggunakan huruf Jawi (Kawi).
Bagian-bagian cerita yang sempat disadur ke dalam bahasa Melayu ketika itu meliputi:
  1. Hikayat Pandawa Lima
  2. Hikayat Perang Pandawa Jaya
  3. Hikayat Sang Boma
  4. Hikayat Langlang Buana
Isi epos Mahabarata secara garis besar mengisahkan kehidupan Santanu (Çantanu) seorang raja yang perkasa keturunan keluarga Kuru dan bertakhta di kerajaan Barata. Bersama permaisurinya Dewi Gangga, mereka dikaruniai seorang putra bernama Bisma.
Pada suatu hari Çantanu jatuh cinta pada seorang anak raja nelayan bernama Setyawati. Namun ayahanda Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Çantanu kelak mau menobatkan anaknya dari Setyawati sebagai putra mahkota pewaris takhta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang berat ini Çantanu terus bersedih. Melihat hal ini, Bisma yang tahu mengapa ayahnya demikian, merelakan haknya atas takhta di Barata diserahkan kepada putra yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan bisma berjanji tidak akan menuntut itu kapan pun dan berjanji tidak akan menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi takhta Çantanu.
Perkawinan Çantanu dan Setyawati melahirkan dua orang putra masing-masing Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putra ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan keturunan. Karena takut punahnya keturunan raja, Setyawati memohon kepada Bisma agar menikah dengan dua mantan menantunya yang ditinggal mati oleh Wicitrawirya, masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini ditolak Bisma mengingat sumpahnya untuk tidak menikah.
Akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa anaknya dari perkawinan yang lain, untuk menikah dengan Ambika dan Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta dan dengan Ambalika melahirkan Pandu. Destarasta lalu menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi tidak mendapat anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak masing dengan dewa Darma lahirlah Yudistira, dengan dewa Bayu lahir Werkodara atau Bima dan dengan dewa Surya lahirlah Arjuna. Sedangkan Madrim yang menikah dengan dewa kembar Aҫwin, lahir anak kembar bernama Nakula dan Sadewa.
Selanjutnya, keturunan-keturuan itu dibagi dua yakni keturunan Destarasta disebut Kaum Kurawa sedangkan keturunan Pandu disebut kaum Pandawa.
Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi takhta ayahnya, tapi karena ia buta sejak lahir, maka takhta itu kemudian diberikan kepada Pandu. Hal ini pada kemudian hari menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa dalam memperebutkan takhta sampai berlarut-larut, hingga akhirnya pecah perang dahsyat yang disebut baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan Barata.
Peperangan diawali dengan aksi judi dimana kaum Pandawa kalah. Kekalahan ini menyebabkan mereka harus mengembara di hutan belantara selama dua belas tahun. Setelah itu, pada tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat tertentu. Namun para Pandawa memustuskan untuk bersembunyi di istana raja Matsya. Pada tahun berikutnya, para Pandawa keluar dari persembunyian dan memperlihatkan diri di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada Kurawa. Namun tuntutan mereka tidak dipenuhi Kurawa hingga terjadi perang 18 hari yang menyebabkan lenyapnya kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa mengambil alih kekuasaan di

Makna Kata


A.    Makna Denotasi dan Konotasi
     Makna donotasi adalah makna yang sebenarnya, baik sebagai kata lepas maupun dalam kalimat.
Contoh : Saya terjatuh dari pohon.
                 Mereka sedang makan nasi.
     Makna konotasi adalah makna yang memerlukan berbagai penafsiran (makna ganda). Dengan kata lain makna konotasi mendukung makna tidak sebenarnya.

B.     Perubahan Makna

Kata-kata dalam bahasa tertentu mengalami perubahan arti.Terdapat enam(6) jenis perubahan arti.
1.      Meluas
Makna kata sekarang lebih luas daripada makna asalnya.
Contoh: petani, peternak, berlayar, ibu, dan sebagainya.
2.      Menyempit/spisialisasi
Makna sekarang lebih sempit daripada makna kata asalnya.
Contoh : pendeta, sarjana, pembantu, dan sebagainya.
3.      Amelioratif
Makna kata sekarang lebih baik daripada makna kata asalnya.
Contoh: wanita
4.      Peyoratif
Makna sekarang lebih jelek daripada makna kata asalnya.
Contoh: perempuan
5.      Sinestesia
Makna kata yang timbul karena tanggapan dua indera yang berbeda.
Contoh: Namanya harum
6.      Asosiasi
Makna kata yang timbul karena persamaan sifat.
Contoh: Hati-hati menghadapi tukang catut di bioskop itu.
              Amplop dan sebagainya

C.     Hubungan Makna
1.      Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan atau kemiripan makna
Contoh: siuman = sadar
              datang = tiba = sampai
2.      Antonim adalah kata-kata yang memiliki makna berlawanan
Contoh: besar – kecil
           atas – bawah
           siang – malam
Antonim dibedakan menjadi:
a.       Antonim kembar              : putra-putri, dewa-dewi, pemuda-pemudi
b.      Antonim gradual             : panjang-pendek, tinggi-rendah, tua-muda                           
c.       Antonim relasional          : suami-istri, guru-murid, penjual-pembeli
d.      Antonim majemuk           : emas-perak, gelang-kalung, pintu-jendela
e.       Antonim hierarkis            : jendral-kopral, kilometer-meter

3.      Polisemi adalah suatu kata yang memiliki makna ganda. Namun demikian, diantara makna  tersebut terdapat hubungan makna.
Contoh: Anak saya sakit. (keturunan)
Ia anak buahku ( bawahan)
Hati-hati, anak tangga itu rapuh. ( bagian tangga yang dinjak)
4.      Hiponim adalah suatu kata yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain. Hubungan makna kata satu dengan yang lain akan menghasilkan kata ( superordinat ( hipernim/ kata umum) dan subordinat ( hiponim/ kata khusus)

Contoh:                                              pakaian ------à superordinat ( hipernim/ umum )
                                                               
                                                          
                                                                                                                                     
           baju                 celana              kaos                 jas                    daster --à subordinat                                                                                                                              ( hiponim/                                                                                                                               khusus )

          

5.      Hipernim adalah suatu kata yang maknanya mencakup makna kata yang lain.
Contoh:                                  bunga ----------------------à hipernim/ umum
                                                
                                              
                                                                                                              
                          melati           mawar             menur                anggrek       hiponim/khusus

6.      Homonim ialah kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda artinya.
Contoh: Bulan ini adikku menikah.
               Malam ini bulan tidak bersinar.

7.      Homofon ialah kata- kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.
Contoh: Saya tidak sangsi lagi ….
               Yang melanggar akan mendapat sanksi.
              Dilarang masuk dalam ladang perburuan.
             Kita harus mentaati Undang-Undang Perburuan.

8.      Homograf adalah kata-kata yang  memiliki tulisan sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Contoh: Ia tidak tahu tentang masalah itu.
              Nenekku suka makan tahu.

Catatan.

            Homonim sering dikacaukan dengan polisemi. Keduanya mempunyai perbedaan seperti sebagai berikut:

No.
Homonim
No.
Polisemi
1.
2.
3.

4.
Berupa dua kata atau lebih
Tidak ada hubungan arti
Dipergunakan secara denotatif

Contoh:
Bisa ular bisa mengakibatkan kematian
1.
2.
3.

4.
Berasal dari satu kata
Ada hubungan arti
Dipergunakan secara konotatif kecuali kata induknya.
Contoh:
Kepala kantor itu sedang sakit kepala