Jumat, 04 November 2011

Energi Nuklir


Energi Nuklir, Manfaat atau Mudarat?
Perbincangan mengenai pemanfaatan energi nuklir di Indonesia kian hangat,terutama setelah rencana pembangunan PLTN Muria didengungkan kembali oleh pemerintah. Masyarakat Jawa Tengah, khususnya di Semenanjung Muria, mulai masuk wilayah pro-kontra rencana tersebut. Pendapat yang ada kemudian mengerucut menjadi dua pilihan, setuju atau tidak setuju, menerima atau menolak.
Rencana pemerintah, Kementerian Riset dan Teknologi bersama BATAN akan merealisasikan PLTN selambatnya pada 2012 dan beroperasi pada 2016. Tiga lokasi telah ditentukan, yaitu ujung Lemah Abang, Ujung Latu, dan Ujung Greng-grengan. Indonesia direncanakan akan membangun 1 dari 93 unit PLTN di seluruh dunia yang akan selesai dibangun sampai 2016. Pembangkit ini diharapkan mampu menyuplai listrik dengan kapasitas 1000 megawatt. Pada 2025, kebutuhan listrik di Indonesia diperkirakan mencapai 100 gigawatt. Sementara kapasitas pembangkit listrik yang ada saat ini sudah mentok, sulit untuk ditingkatkan lagi.
Pro-Kontra PLTN
Masyarakat pendukung kehadiran PLTN, sejauh yang penulis tangkap, mendasarkan pendapatnya pada tiga alasan pokok. Pertama, semakin berkurangnya cadangan energi fosil di Indonesia, terutama minyak bumi dan batu bara. Di sisi lain, kebutuhan akan energi listrik terus meningkat. Menurut BATAN, laju pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 7,1 persen hingga pada 2026. Dengan begitu, harus ada sumber energi lain untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Sumber energi alternatif tersebut antara lain energi surya, angin, air, biomass, termasuk nuklir.
Kedua, pembangkit listrik berbasis nuklir dianggap lebih ramah lingkungan daripada pembangkit listrik berbasis bahan bakar minyak.Emisi karbon dioksida pembangkit energi nuklir lebih rendah daripada batu bara, minyak bumi, gas alam, bahkan hidroenergi dan pembangkit energi surya. Ketiga, alasan ekonomis. Harga listrik yang dihasilkan nantinya akan lebih murah karena biaya produksi bisa ditekan. Sebagai perbandingan, 1 kg uranium sebagai bahan baku nuklir,setara dengan 1.000 – 3.000 ton batu bara.
Penolakan terhadap kehadiran PLTN oleh sebagian masyarakat,seperti yang terjadi saat Menristek Kusmayanto Kadiman mengunjungi Jepara pada Jumat (01/09) juga mempunyai sisi argumentasi kuat. Jika dikelompokkan secara umum, ada tiga pertimbangan kelompok ini. Pertama, faktor keamanan dan keselamatan PLTN. Tragedi Chernobyl di Ukraina pada 26 April 1986 masih terus menghantui persepsi masyarakat hingga kini. Sejumlah kecelakaan lain dalam eskalasi lebih kecil juga terjadi, antara lain di Jepang.
Jika suatu saat terjadi kebocoran reaktor di PLTN Muria, baik oleh faktor kelalaian manusia maupun kejadian alam, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Semenanjung Muria (Jepara, Kudus, dan sekitarnya) saja, tetapi Pulau Jawa, bahkan seluruh Indonesia kemungkinan akan terkena akibatnya. Selain itu, penanganan limbah nuklir dan dampak radiasi terhadap lingkungan dan manusia masih menjadi.Limbah radioaktif mempunyai tingkat bahaya cukup tinggi bagi kehidupan dan memerlukan waktu sangat lama untuk dapat terurai. Kemampuan pengelola PLTN dalam menangani limbah nuklir ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Indonesia.
Kedua, pemaksaan pembangunan PLTN dianggap sebagai lemahnya lobi pemerintah. Isu ketergantungan terhadap pihak asing kemudian mencuat kembali. Ketiga, budaya korupsi, termasuk mark-up nilai proyek dan adanya pungutan liar yang masih marak di negeri ini, menjadi ancaman tersendiri dalam mewujudkan gagasan PLTN. Apabila terjadi korupsi sehingga reaktor PLTN beserta bangunan pendukungnya tidak sesuai spesifikasi teknis yang disyaratkan, maka risiko kebocoran radioaktif dan penurunan usia pakai, akan berdampak pada menurunnya tingkat keamanan PLTN.
Sikap terhadap PLTN
Nuklir, sebagaimana sumber energi lain seperti matahari, air, angin, biomass maupun bahan bakar minyak, merupakan ciptaan Allah,makhluk Allah.Allah sudah menyuratkan bahwa setiap ciptaan-Nya bermanfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk lain.Artinya,selama dikelola sesuai dengan sunnatullah, sumber energi tersebut akan memberikan manfaat dan berdampak positif dalam menunjang tugas manusia sebagai khalifah.
Sikap positif menggali manfaat setiap ciptaan Allah adalah dengan melakukan pengkajian ilmiah, mengoptimalkan fikr dan dzikr sebagai alat analisis (QS 3: 190–191). Karena itu, Islam mendorong umatnya untuk menjadi umat yang berpengetahuan, menguasai teknologi, dan menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang kuat.
Pengembangan sumber energi alternatif termasuk dalam wilayah ilmu pengetahuan teknologi. Semakin bervariasinya sumber energi baru dan terbarukan akan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus mendayagunakan anugerah Allah kepada Bangsa Indonesia berupa melimpahnya kekayaan alam. Karena itu,riset sumber energi alternatif perlu didukung penuh oleh umat Islam.
Karena itu pula keberanian dan kesadaran masyarakat dalam menyatakan pendapat tentang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Jepara harus dihargai. Di sisi lain, upaya pemerintah mengadakan penelitian dalam mencari solusi sumber energi alternatif juga harus diberikan apresiasi. Persoalannya terdapat jarak yang tajam antara proses sosialisasi antara kebijakan pemerintah dan pandangan masyarakat.
Selanjutnya, benarkah kajian tentang manfaat dan mudarat PLTN selama ini telah dipertimbangkan dalam perspektif luas.
Jika kemudian kajian tersebut memberikan rekomendasi bahwa nuklir beserta terapannya, termasuk PLTN, bermanfaat besar dan tidak membahayakan kehidupan, sudah sewajarnya kita membuka diri dan siap menerima.
Jika hasilnya berkebalikan, bahwa nuklir beserta terapannya lebih banyak mudarat daripada manfaat, maka perlu dilakukan kajian kembali dengan lebih intensif,barangkali dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber energi tersebut tidak sesuai kaidah sunnatullah. Wallahu a’lam. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar